KabarDunia.com – Dalam kemarin hari terakhir, negara-negara di bagian Teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi melakukan invansi militer ke Yaman sebab konflik berkepanjangan yang terjadi di negara tersebut. Akibatnya, tidak sedikit warga yang menjadi korban di perang Yaman. Tidak terkecuali dengan warga negara Indonesia (WNI) yang selama ini tinggal di sana.
Mustafa Ibrahim Al-Mubarak, Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia mengatakan, bahwa invansi yang disebutnya dengan ‘Decisive Storm’ itu bukan tanpa adanya alasan. Salah satunya merupakan adanya permintaan resmi melalui surat langsung dari sang Presiden Yaman Abdu Rabuh Mansour Hadi.
“Negara-negara teluk pun telah merespons permintaan dari Presiden Yaman yang telah disampaikan pada 7 Maret 2015 untuk menyelenggarakan sebuah konferensi di Riyadh (Arab Saudi), yang intinya ingin mempertahankan stabilitas serta keamanan Yaman,” ujar Mustafa ketika ditemui kediamannya, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/4/2015). “Kami sudah menerima surat resmi dari Presiden Yaman.”
Surat itu dengan cara garis besar membahas permintaan bantuan atas konflik yang terjadi dan mengancam kedaulatan Yaman. Dalam surat itu juga, ancaman tersebut disebutkan datang dari kelompok Syiah Houthi. Karena itu, atas permintaan dari pemimpin Yaman, negara-negara yang berada di Teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi menggelar sebuah operasi militer di Yaman guna memerangi kelompok itu.
“Negara kita telah memutuskan untuk merespons permintaan dari Presiden Yaman guna melindungi Yaman serta rakyatnya dari permusuhan yang akan dilakukan oleh milisi Houthi,” ujar Mustafa.
Dia juga mengklaim, bahwa kelompok milisi Houthi telah menjadi alat kekuatan negara asing. Di mana mereka sendiri tidak berhenti untuk mengganggu stabilitas serta mengancam keamanan Yaman.
Yaman semakin bergejolak seusai kelompok milisi Houthi, yang sedang berjuang untuk memperoleh peningkatan otonomi di Provinsi Saada, melancarkan sebuah pemberontakan dengan cara berkala sejak 2004. Aksi mereka yang semakin intens terjadi sejak Juli 2014.
Puncaknya, pada bulan September 2014, ketika mereka berhasil menguasai Ibukota Sanaa, menyandera para staf kepresidenan, serta menembaki kediaman Presiden Abdu Rabuh Mansour Hadi. Kondisi ini kemudian membikin Arab Saudi serta sekutunya di Teluk turun tangan.