KabarDunia.com – Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo diminta membuktikan ketegasan sikapnya untuk menolak terealisasinya revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jokowi diminta tidak menerbitkan Surat Presiden (Surpres) yang digunakan dalam pembahasan revisi UU KPK yang dapat merusak kinerja KPK untuk membersihkan negara dari koruptor bangsa.
Sebagai orang nomor satu di Negara ini, Jokowi harus bisa memanfaatkan momen rapat konsultasi bersama pimpinan DPR untuk menyampaikan sikap penolakan secara mutlak terhadap revisi UU KPK.
Tanpa ketidak adanya keberpihakan yang tegas dari Presiden Joko Widodo, maka gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia bisa semakin lemah bahkan hancur dan perjuangan untuk mencapai Indonesia yang merdeka dari pemerasan koruptor akan semakin berat
Wacana revisi terhadap UU KPKyang digadang gadang oleh banyak parpol di parlemen bukanlah upaya tunggal dalam menghancurkan KPK dan pemberantasan korupsi di Negeri para pahlawan ini. Revisi UU KPK merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari skenario besar mereka untuk melemahkan KPK, usaha KPK dalam pemberantasan korupsi, dan agenda reformasi.
Miko mengatakan bahwa Revisi UU KPK juga tidak akan terpisahkan dari peristiwa pengkriminalisasian terhadap dua komisioner KPK dan para pendukungnya, penerbitan Perpu pengangkatan pelaksana tugas pimpinan KPK, dan rentetan kejadian-kejadian lainnya. Materi muatan RUU perubahan UU KPKsarat dengan nuansa pelemahan yanf bakal berujung pada pembubaran KPK.
Rancangan revisi UU KPK dikoar koarkan oleh 45 orang anggota DPR dari 6 Fraksi penentanf KPK. Dari 45 orang itu, jumlah wakil rakyat dari Fraksi PDIP dan Fraksi NasDem mendominasi. Mereka orang orang yang berhati busuk ingin menghancurkan KPK, meraaup kekayaan uang Negara, menjadikan rakyat sengsara dengan apa caranya untuk menonjolkan kemauan pribadinya dan orang orang yang ingin menghancurkan Negara.